Beberapa hari join fanpagenya Tere Liye di facebook,saya mulai tersihir dengan penggalan-penggalan percakapan di bukunya. Sampai pada akhirnya saya mulai benar2 tertarik dengan sepotong judul.
"Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin"
Tidak seperti yang saya dan orang lain duga,Tere Liye adalah seorang laki-laki. Dan semakin tertarik dengan karyanya, setelah melihat sosok wanita yang dipajang di foto facebooknya, awalnya saya kira dia lah Tere Liye,but well ternyata itu adalah istrinya.
Mungkin karena dulu saya punya cerpen favorit dengan judul yang kurang lebih sama, berharap novel ini juga menyajikan isi yang tidak jauh berbeda. Setelah tanya-tanya ke mbah google, akhirnya nemu beberapa sinopsis hasil karya para blogger penggemar buku ini. Meskipun ternyata berbeda dengan versi cerpen favorit saya, akhirnya saya putuskan beli dengan beberapa alasan : pertama karena sampulnya bagus dan menarik,kedua karena cuplikan-cuplikan itu menggugah hati saya, dan yang terakhir dan paling penting adalah karena isinya tentang daun.. Hahahhaa..
Ini adalah buku Tere Liye pertama yang saya baca (Udah siap-siap ke gramed MOI waktu makan siang nanti untuk hunting bukunya yang lain). Bahasa yang digunakan sederhana,penuh nasihat dan petuah hidup yang indah dan tidak menghakimi. Buku Tere Liye benar-benar di luar dugaan saya yang awalnya menduga bahwa Tere Liye adalah pengarang Teenlit cengeng dan semacamnya.
Dan mari kita bahas buku hijau nan cantik ini...
Tidak banyak yang bisa saya ceritakan,saran terbaik adalah baca buku ini dan resapi. Karena setiap pembaca punya interpretasi yang berbeda-beda terhadap buku yang di baca.
Tokoh sentral dari buku ini adalah Tania, Dede, Ibu, Kak Ratna, dan Mas Danar (jika Dede memanggilnya om Danar,dan Tania ingin memanggilnya Kak danar, maka saya lebih suka memanggilnya mas Danar :D)
Pernahkah anda jatuh cinta pada malaikat penolong anda? itulah yang dirasakan Tania pada Mas Danar. Kekuatan cinta yang begitu kuat, seringkali menjadi cambuk yang hebat untuk menjadi lebih baik atau sebaliknya.
Dan karena aku sudah berikrar akan selalu menuruti kata-kata dia, maka saat dia mengusap rambutku malam itu sebelum pulang dari toko buku, dan berkata pelan: “Belajarlah yang rajin, Tania!”, aku bersumpah untuk melakukannya.
Sumpah yang akan membuat seluruh catatan pendidikanku kelak terlihat bercahaya. Sempurna! -Tania-
Meskipun tidak happy ending,tapi pesan dalam novel ini tersampaikan dengan baik
Bahwa hidup harus menerima… penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti… pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami… pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. -Dede-
Untuk para pemuda dan pemudi yang sedang jatuh cinta,ini adalah novel yang recoomended untuk dibaca. Dari saya pribadi,sangat setuju dengan kata-kata Tania di ujung buku berikut
Cinta tak harus memiliki. Tak ada yang sempurna dalam kehidupan ini. Dia memang sangat sempurna. Tabiatnya, kebaikannya, semuanya. Tetapi dia tidak sempurna. Hanya cinta yang sempurna. -Tania-
Ya intinya,tidak ada lelaki yang sempurna di dunia ini, bahkan mas Danar yang almost perfect memiliki celah yang besar dalam hidupnya. Dia tidak bisa memiliki orang yang ia cintai, jangankan memiliki mengatakannya saja dia tidak.
Yang jelas dari setiap karyanya,Tere Liye selalu mengajarkan keikhlasan dalam hidup,sebuah perasaan yang indah jika kita bisa memilikinya.... Berikut kalimat-kalimat indah yang bisa kita temukan di buku ini :
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. -Danar-
Prinsip hidup itu teramat lentur. Prinsip itu akan selalu berubah berdasarkan situasi yang ada di depan kita, disadari atau tidak. -Anne-
Orang yang memendam perasaan sering kali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian disekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menghubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.-Anne-
Saya sangat suka setiap detail yang ada pada buku ini, tapi saya merasa seorang sahabat yang sangat saya sayangi harus membacanya. Maka saya putuskan untuk menerbangkan buku indah ini ke sebuah pulau yang paling indah di negara ini,dia adalah "Tania" yang nyata. "Tania" yang mungkin saat ini sedang mengalami paradoks dalam hidupnya...
"The Falling Leaf Doesn't Hate The Wind"
Jakarta,5 Februari 2013
Sumber inspirasi tulisan ini :
Novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
0 comments :: Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar...