Floating Market
Konsep dari Floating Market Bandung adalah pasar mengapung seperti yang ada di Sungai Kapuas. Pengunjung dipersilahkan membeli makanan yang dijual di atas perahu dan makanan yang dijual disini kebanyakan adalah makanan tradisional, untuk membeli makanan kita memakai uang koin yang dijual di coin center. Sebagai catatan koin yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan lagi, jadi sebaiknya sebelum kita menukar uang kita dengan koin sebaiknya lebih dulu memilih makanan yang akan kita pesan.
Harga makanan cukup terjangkau, sebagai contoh kami memesan berbagai macam jenis sate, ada yang memesan sate ayam dan juga sate kelinci (kalau yang ini saya ngga tega). Selain makanan berat, ada juga beberapa cemilan diantaranya kentang goreng, tutut dan lain-lain. Oh ya kalo tutut dalam bahasa jawa dikenal dengan istilah kreco. Kreco adalah makanan favorit saya, sebenarnya saya udah ngiler liat plang dengan tulisam tutut tapi karena perjalanan kami masih panjang, saya menahan diri karena kalau makan kreco saya harus siap2 “cepres kabeh”.
Selain makanan yang dijual di atas perahu, beberapa makanan juga dijual di warung-warung yang ada di “daratan”. Saya menemukan sea food dan aneka dimsum saat berjalan-jalan meskipun akhirnya saya ngga nyoba dan lebih memilih membeli di atas perahu. Pemandangan di Floating Market cukup indah terutama untuk saya yang hobi jadi poto model. Saat jalan-jalan saya nemu rumah yang bentuknya agak unik yang mengingatkan saya pada rumah drama Korea Full House. Setelah saya kesana ternyata tidak semua orang bisa masuk, ternyata rumah tersebut adalah rumah untuk pijat refleksi jadi kalau mau masuk kesana kita harus pijat refleksi dulu.
Di Floating Market Bandung juga ada beberapa “gubug” yang menjual berbagai macam souvenir, tempat ini benar-benar di desain dengan konsep tradisional. Bahkan ada sawah dengan model irigasi jaman dulu, dimana aliran airnya masih pake bambu bukan pipa. Souvenir yang dijual diantaranya kaos, mainan anak-anak dan berbagai macam jenis boneka. Bahkan sepanjang saya jalan ada aja yang jualan, mulai dari jajanan snack sampe rujak manis lengkap dengan cobeknya. Saya masih sempat pinjam kincir angin untuk poto,haha.
Setelah puas poto-poto sana sini kami pun segera pulang, karena ada yang harus mengejar travel untuk ke Bandara Soetta. Kamipun akhirnya menuju daerah Pasteur tempat dimana travel menuju Bandara.
Curug Omas
Kami putuskan untuk jalan kaki menuju Curug Omas meskipun banyak ojek yang menawarkan tumpangan. Selain untuk menghemat, itung-itung juga untuk menguruskan badan *yeay*. Sebelum melakukan perjalanan, tak lupa saya jajan dulu. Kali ini saya beli rujak manis sebagai dopping selama di perjanan. Sepanjang jalan masuk menuju curug, banyak pedagang yang berjualan di luar pagar ada yang jual souvenir, buah sampai popmie. Saya tidak membeli karena memang tidak butuh dan bingung bawanya, tapi saya sarankan untuk pengunjung yang lain kalo ada yang dibutuhkan dibeli saja karena saya salut dengan orang-orang seperti mereka yang memilih berjualan daripada meminta-minta.
Jalan masuk menuju Curug Omas cukup tertata rapi, saya pikir pemerintah disini cukup perhatian dalam merawat daerah wisatanya karena sarana prasarana cukup terawat dengan baik. Jalan setapak ini dilengkapi dengan pagar pembatas serta jalan semi aspal yang bisa dilewati sepeda motor. Pantas jika ojek bisa lewat sana dan mereka juga terkoordinir dengan baik. Terdapat tempat peristirahatan di beberapa point, awalnya heran kok pake tempat ginian puat apa. Saya baru nyadar kalau saya baru berangkat dan jalannya turun terus, bisa dibayangkan baliknya nanti bakal kayak gimana.
Dengan mengikuti papan arah penunjuk Curug Omas akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Cukup puas dengan pemandangan yang disajikan disini meskipun tidak bisa “kecek” dan basah-basahan karena posisi air terjun yang ada di bawah kami. Dari papan petunjuk yang saya baca Air Terjun Curug Omas terbentuk oleh aliran Lava yang membeku membentuk berteingkat-tingkat setinggi-tingginya +/- 30m.
Setelah puas melihat-lihat kamipun kembali karena tidak bisa pulang terlalu malam dan juga dari tadi pagi masih belum dapat travel. Perjalanan kembali ke tempat parkir mobil cukup menguras tenaga, dari yang sebelumnya ketika berangkat tidak berhenti sama sekali kali ini berhenti beberapa kali meskipun bukan di stop point untuk istirahat. Dan seperti yang sudah diduga saya berubah menjadi pendiam karena kelelahan. Nino heran dan akhirnya mengikuti saya yang tertinggal dari belakang, saya jelaskan kalau saya capek memang seperti ini berubah menjadi pendiam. Dan alhamdulillah kami akhirnya sampai parkiran juga, saatnya kembali ke Bandung kota.
obyek wisata di lembang bandung keren keren
Albee
18 December 2017 at 19:43